Home » , , , » Pemilu, Dukun dan RSJ Laku Keras

Pemilu, Dukun dan RSJ Laku Keras

Written By Warga DEMAK on Senin, 07 April 2014 | 15.29

Dukun bakal panen di awal 2014. Maklum, pada 9 April digelar Pemilu Legislatif. Tak sedikit caleg minta ‘petunjuk’ dukun. Tapi, bila kursi legislatif urung didapatkan, para caleg berganti melirik rumah sakit jiwa untuk mengobati syarafnya.

DARI pemilihan lurah hingga pemilihan presiden, calon-calon tak jauh-jauh dari dunia supranatural. Pernah bahkan ada cerita, dua calon Walikota Semarang di masa lampau menuju dukun yang sama karena dukun bersangkutan dianggap sakti. Untunglah kehadiran keduanya berselang waktu.

Namun orang-orang yang memergokinya kemudian membagi kisah tersebut menjadi lelucon. Pertanyaannya, apa yang diberikan oleh sang dukun pada dua kandidat tadi agar menang, padahal keduanya berguru di tempat yang sama, dan salah satunya harus kalah?

Ada beberapa dukun/paranormal di Jawa Tengah dan Jawa Timur langganan para pejabat. Tak etis bila disebutkan namanya. Hanya saja, menaikkan jabatan — kemudian tren pada 2014 nanti kaitannya dengan Pemilu — perlu sugesti bagi mereka dengan pergi ke dukun, agar tumbal-tumbal atau serbuk garam yang mereka tabur di area pencoblosan memengaruhi pemilih untuk terpesona pada si A atau B. Tak peduli itu musyrik.

Dukun dianggap tak cukup, para caleg juga menggunakan uang sebagai senjata. Biaya kampanye yang melimpah ruah untuk pembuatan poster, stiker, kaos, spanduk, pemasangan foto-foto mereka berukuran besar di pinggir jalan, belanja sembako untuk dibagi-bagikan, menyumbang paving di kampung-kampung, serta mungkin berupa uang yang diam-diam dibagikan untuk menarik suara, seorang caleg bisa menggelontorkan ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Sialnya, tak seluruh 1.624.324 caleg di tingkat pusat hingga terbawah tak bisa menggapai mimpinya. Hanya 18.440 kursi yang tersedia, atau sebanyak 1.605.884 caleg akan gigit jari. Lumayan bila hanya gigit jari, bisa jadi malah stres, atau gila.

Pada Pemilu 2009, tercatat setidaknya 150 caleg tiba-tiba sinting setelah penghitungan suara mereka tak mampu menghimpun suara signifikan. Bela-belain ‘membeli’ nomor urut kecil, tak tahunya Mahkamah Konstitusi mengubah sistem pemilihan menjadi suara terbanyak.

Bentuk stresnya bermacam-macam. Ada yang menarik kembali genset yang ia sumbangkan ke sebuah masjid plus menarik pula sumbangan Rp 1 juta ke dua mushola, meminta kembali tiang listrik yang pernah ia sumbangkan, hingga ditemukan tewas seperti seorang caleg dari PKB di Kota Banjar, Jabar, dan caleg dari PDIP di Medan.

Yang lari-lari seraya telanjang sepanjang jalan juga ada. Yang setiap hari ke kebun binatang untuk mengatur stabilisasi syaraf juga ada. Yang diam-diam — karena mungkin firasat akan kalah — memesan kamar di rumah sakit jiwa juga bejibun.

Belum lama ini laporan dari Solo menyebutkan, beberapa caleg telah mem-booking kamar RSJ menjelang Pemilu 2014, seperti halnya di Pemilu 2009 lalu. Kalau Anda berminat, di Purbalingga, Jawa Tengah, kini berdiri Wisma Rehabilitasi Mental yang siap menerima para caleg yang keok di Pemilu.

Mereka menyalonkan diri menjadi wakil rakyat bukan dengan berlimpah harta. Para caleg itu berhutang atau meminta dari kiri-kanannya dan menjual harta benda. Setelah gagal menjadi anggota dewan, mereka pusing tujuh keliling menutup utang dan rasa malu. Di situlah pangkal gangguan jiwa hingga berujung sakit jiwa. Swara/Zulfikar Prabru
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SWARA Semarang - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger