Home » » Lunpia Bukan Anak Kandung Semarang!

Lunpia Bukan Anak Kandung Semarang!

Written By Warga DEMAK on Selasa, 08 April 2014 | 00.43

Lunpia Semarang tak bisa dipandang sekadar sebagai sebuah makanan. Lebih dari itu, kuliner khas ini merupakan “produk budaya”.

OLEH-oleh apa yang pantas dibawa ketika seseorang singgah di Semarang? Tiga makanan ini yang paling menjadi sering menjadi pilihan: wingko babat, bandeng presto, dan lunpia. Meski jika ditilik dari aspek sejarah, ketiganya masih “diragukan” merupakan “anak kandung” kota ini.

Coba saja tanya ke Mbah Gugel (Google, red) di internet. Ketik kata kunci “lumpia” atau “lunpia” di baris pencarian. Goggle akan mengarahkan ratusan referensi mengena makanan yang gurih itu. Ternyata, makanan yang oleh Goggle dieja “lumpia” (bukan lunpia) itu merupakan makanan tradisional Filipina, Cina, dan Indonesia.

Jelas bahwa makanan ini tak bisa diakui “hanya” sebagai milik Kota Semarang. Tetapi masyarakat kadung menjadikannya sebagai ikon kota. Tentu ini merupakan berkah yang wajib disyukuri. 

Maka wajar belaka lunpia sering dijadikan oleh-oleh favorit. Dia menjelma menjadi oleh-oleh “wajib” bagi pelancong yang singgah di kota yang dulu bernama Sam Po To Lang ini. Makanya wajar saban hari pusat oleh-oleh di Jalan Pandanaran serta kawasan lain ramai dikunjungi pembeli. Industri lunpia menghidupi banyak orang. Dari produsen dan pemasok bahan baku hingga tukang becak dan tukang parkir di sekitar Jalan Pandanaran.

Baginya, lunpia ibarat senjata untuk berdiplomasi. “Pokoknya setiap ada acara dari Semarang, bawa oleh-oleh lunpia. Tak perlu repot cari oleh-oleh apa yang mahal. Cukup bawa lunpia, sudah pantas untuk diberikan sebagai oleh-oleh kepada atasan, kolega, atau sanak saudara,” ujar Slamet Effendy, pengurus Muhammadiyah Cilacap yang kerap berkunjung ke Semarang.

Awal mulanya lunpia terdiri dari sayur rebung berbumbu sebagai pengisi kulit, kemudian digulung berbentuk rolade. Namun lambat laun, berkat kreativitas pembuatnya muncul beberapa versi. Bukan hanya sayur yang ada di balik gulungan, melainkan berbagai bahan lain, seperti daging ayam, telur, udang, bahkan kepiting.

Lima Aliran
Saat ini terdapat lima aliran lunpia di Semarang dengan cita rasa khasnya masing-masing. Semuanya terpengaruh cita rasa makanan Thionghoa. Maklum, makanan ini dipopulerkan etnis yang piawai berdagang dan berpromosi ini.

Aliran Gang Lombok atau biasa disebut (Siem Swie Kiem) merupakan lunpia yang tak boleh dilewatkan. Berikutnya aliran Jalan Pemuda (almarhum Siem Swie Hie), dan ketiga aliran Jalan Mataram (Siem Hwa Nio). Ketiganya berasal dari satu keluarga Siem Gwan Sing–Tjoa Po Nio yang merupakan menantu dan putri tunggal pencipta lunpia Semarang, Tjoa Thay Yoe–Wasih. Boleh dibilang, lunpia “klasik” ini merupakan yang asli di Semarang.

Aliran keempat didirikan oleh karyawan yang ‘membelot” kemudian berusaha mendirikan usaha sendiri. Serta aliran berikutnya boleh disebut sebagai aliran “kreatif”. yakni lunpia yang dibuat oleh pecinta kuliner dan pengusaha yang berusaha menciptakan kreasi-kreasi baru dalam membuat lunpia.

Jika dilihat lunpia yang “klasik” atau tua, yang masih melayani adalah generasi ketiga dari Babah Siem Swie Kiem (68). Di toko warisan ayahnya Siem Gwan Sing di Gang Lombok 11, dia masih setia melayani konsumen. Terutama yang rindu mencicipi lunpia yang asli. Keistimewaan lunpia ini adalah racikan rebungnya yang tidak beraroma khas. Jujur saja, sebagian menganggap rebung dari lunpia sering dianggap “berbau aneh.” Selain itu, campuran telur dan udangnya juga tak meninggal jejak aroma di hidung.

Lunpia buatan generasi keempat dapat kita peroleh di kios lunpia Mbak Lien alias Siem Siok Lien (43) di Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran. Mbak Lien meneruskan kios almarhum ayahnya, Siem Swie Hie, yang merupakan abang dari Siem Swie Kiem, di Jalan Pemuda (mulut Gang Grajen) sambil membuka dua cabang di Jalan Pandanaran.

Kekhasan lunpia Mbak Lien ini adalah isinya yang ditambahi racikan daging ayam kampung. Ketika awal mula meneruskan usaha almarhum ayahnya, Mbak Lien membuat tiga macam lunpia, yaitu lunpia isi udang, lunpia isi ayam (untuk yang alergi udang), dan lunpia spesial berisi campuran udang serta ayam. Tetapi, karena merasa kerepotan dan apalagi kebanyakan pembeli suka yang spesial, sekarang Mbak Lien hanya membuat satu macam saja, yaitu lunpia istimewa dengan isi rebung dicampur udang dan ayam.

Adapun generasi keempat lainnya, yaitu anak-anak dari almarhum Siem Hwa Nio (kakak perempuan dari Siem Swie Kiem) meneruskan kios ibunya di Jalan Mataram (Jalan MT Haryono) di samping membuka kios baru di beberapa tempat di Kota Semarang.

Di antara anak-anak almarhum Siem Hwa Nio ini ada juga yang membuka cabang di Jakarta. Bahkan, ada cucu almarhum Siem Hwa Nio sebagai generasi kelima membuka kios lunpia sendiri di Semarang.

Selain keluarga-keluarga leluhur pencipta lunpia tersebut, sekarang banyak juga orang-orang ”luar” yang membuat lunpia semarang. Mereka umumnya mantan karyawan mereka. Mereka yang mempunyai hobi kuliner juga turut meramaikan bisnis lunpia semarang dengan membuat sendiri, seperti Lunpia Express, Phoa Kiem Hwa dari Semarang International Family and Garden Restaurant di Jalan Gajah Mada, Semarang. Nah tinggal dicoba, mau pilih yang mana? (PJS/Cintya Herdiani)
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SWARA Semarang - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger